Senin, 22 Februari 2010

"WASIT SANG DEWA PENOLONG"


Duel klasik Arema versus Persebaya di Kanjuruhan, Minggu (21/2/2010) malam, menghasilkan tiga poin untuk Singo Edan. Saat ini, Arema memuncaki klasemen dengan terpaut enam poin dari saingan terdekat, Persipura Jayapura.

Bagi Arema, kemenangan ini tentu saja sangat melegakan. Anak asuh Rene Robert memang perlu mengamankan poin di kandang, karena pada putaran kedua ini mereka berpotensi kehilangan banyak poin. Maklumlah lawan-lawan mereka cukup berat dan jago kandang semua: Persiwa Wamena, Persipura Jayapura, Persija Jakarta, Persib Bandung, Sriwijaya FC, dan bahkan PSPS Pekan Baru. Pada laga berat pertama melawan Persiba di Balikpapan, Arema sudah kehilangan tiga poin.

Namun dari sisi permainan, Arema belum bisa dibilang melegakan. Kemenangan 1-0 atas Persebaya Surabaya tadi malam belum menunjukkan performa kuat seorang kandidat juara. Permainan menyerang Arema ternyata dengan gagah berani diladeni oleh para pemain Persebaya dengan kedisiplinan pertahanan dan perang di lapangan tengah.

Arema memang mendominasi pertandingan, dari sisi persentase penguasaan bola. Wajar saja, karena sebagai tuan rumah, mereka memang terus menyerang. Namun dari sisi shots on target (tembakan ke gawang), dominasi persentase tersebut tak sebanding. Arema beberapa kali menerabas pertahanan lawan, namun barisan belakang Tim Bajul Ijo membuat Singo Edan seperti kehilangan akal dan tak lagi 'edan.

Di lapangan tengah, para pemain Arema acap kali kehilangan bola, karena salah umpan atau kena serobot. Malah para pemain Persebaya seperti John Tarkpor, Taufik, atau Josh Maguire (yang bermain di babak kedua), dengan leluasa menerabas dan memainkan bola.

Untunglah, di saat kritis itu, masih ada wasit Olehadi yang menjadi 'dewa penolong' bagi Singo Edan. Olehadi memberikan hukuman penalti untuk Persebaya atas aksi diving yang dilakukan Ridhuan menjelang bubar. Aksi diving itu sangat jelas tertangkap oleh kamera televisi. M. Syarifuddin, kiper Persebaya yang bermain gemilang sepanjang pertandingan, tak bisa lagi menjaga keperawanan gawangnya. Jika pada putaran pertama, Bonek berpesta dengan dua gol indah Taufik dan Andi Oddang, kini giliran Aremania berpesta dengan gol penalti cantik dari Pierre Njanka.

Dengan hasil tersebut, Arema tinggal butuh 15 poin untuk mencapai zona aman tetap berada di trek juara. Namun kemenangan ini juga menjadi catatan penting bahwa lini depan Arema masih belum sangat bertaji. Arema memang kokoh di pertahanan (hanya kebobolan 9 gol), namun barisan depan menyarangkan 27 gol. Itu pun, menurut data, hampir 15 persen (4 gol) dicetak melalui titik putih. Bahkan dua kemenangan kandang Arema, saat melawan Persiwa dan Persebaya (sama-sama dengan skor 1-0), hanya bisa diperoleh melalui hadiah penalti.

Bagi Persebaya, hasil itu memang pahit, karena posisi Tim Bajul Ijo tetap berada di posisi 12. Namun, apa yang terjadi Minggu malam di Kanjuruhan dipercaya justru bakal membuat tim Persebaya solid.

Selama ini, Persebaya sempat dilanda krisis. Tuntutan pemecatan dan pelengseran sejumlah pemain diteriakkan Bonek, karena beberapa kali performa Persebaya tak meyakinkan. Hasil 7 kali menang, 4 kali seri, dan 9 kali kalah sebelum melawan Arema, dianggap tak sebanding untuk tim sebesar Persebaya.

Para pendukung juga sempat berang dengan beberapa penampilan Persebaya yang kehilangan ciri khas Arek Suroboyo: ngeyel, cepat, dan trengginas sampai menit terakhir. Pelatih Danurwindo pun terancam pecat, dan tiga pertandingan (melawan Persib, Persema, dan Arema) jadi parameternya.

Namun Minggu malam, anak-anak Persebaya menunjukkan jika mereka belum habis. Permainan disiplin, ngotot, dan pantang menyerah kembali ditunjukkan. Anak-anak Persebaya seolah tak terpengaruh dengan teror yang sempat mereka alami dalam dua kali laga Malang: lemparan batu terhadap bis Persebaya saat melawan Persema, ditumpangkan 'kendaraan perang' rantis (kendaraan taktis), dan mendapat teror lemparan berbagai macam benda keras saat menuju stadion Kanjuruhan. Mereka tetap bermain tenang dan percaya diri.

Perjuangan mati-matian juga ditunjukkan oleh Anderson yang tetap bermain dengan kepala terbebat karena mengucurkan darah, setelah berbenturan dengan penyerang Arema Roman Chamello. Anderson juga berhasil meredam emosi kawan-kawannya yang merasa diperlakukan tak adil oleh wasit Olehadi. Kita berharap Anderson dan kawan-kawan tetap menunjukkan permainan yang luar biasa dalam laga-laga berikutnya. Terdekat saat melawan Persijap Jepara di Surabaya.

Apapun hasil tadi malam, kita bersyukur semua pihak bisa menerima dengan baik dan dewasa. Hasil tadi malam juga memberi hikmah: bahwa setiap tim berpotensi diuntungkan oleh wasit, sehingga tidak ada alasan bagi suporter dari klub mana pun untuk mengamuk dan merusak stadion dengan dalih harga diri karena dicurangi wasit.

Para Bonek pun agaknya menghargai benar hasil perjuangan arek-arek Persebaya. Begitu pertandingan usai, saya memperoleh pemberitahuan via SMS, bahwa sejumlah Bonek akan menyambut kedatangan para pemain Persebaya di perbatasan Surabaya malam itu juga. "Kami siap menyambut para pahlawan Persebaya," kata teman saya via SMS, salah satu Bonek.

Beberapa orang pendukung Persebaya mengirimkan SMS kepada saya, dan mengaku kecewa dengan keputusan wasit. Namun mereka menyatakan tidak dendam dan tetap memuji arek-arek Bajul Ijo.

Seorang pendukung Persebaya menuliskan lirik lagu penyanyi Dewi Lestari di status Facebook-nya, tentang bagaimana perjuangan arek-arek Persebaya yang berhasil menunjukkan mental jawara di kandang singa, dan tak seharusnya kalah. "Malaikat Juga Tahu Siapa yang Jadi Juaranya..."

Rabu, 17 Februari 2010

"BONEK" ANAK NEGERI INI

"BONEK" ANAK NEGERI INI

Hampir setiap orang di Indonesia, mungkin dunia pernah mendengar Julukan Suporter Bola dari Surabaya ini – BONEK (Bhondo Nekat). Beberapa hari belakangan ini fenomena Bonek semakin membuat resah kuping yang mendengarnya. Banyak yang kemudian menjadi Sinis Terhadap Bonek, meskipun tidak sedikit pula yang kemudian prihatin.

Beberapa peristiwa kekacauan yang disebabkan “Bonek mania” antara lain adalah kerusuhan pada pertandingan Copa Dji Sam Soe antara Persebaya Surabaya melawan Arema Malang pada 4 September 2006 di Stadion 10 November, Tambaksari, Surabaya. Selain menghancurkan kaca-kaca di dalam stadion, para pendukung Persebaya ini juga membakar sejumlah mobil yang berada di luar stadion antara lain mobil stasiun televisi milik ANTV, mobil milik Telkom, sebuah mobil milik TNI Angkatan Laut, sebuah ambulans dan sebuah mobil umum. Sementara puluhan mobil lainnya rusak berat. Atas kejadian ini Komisi Disiplin PSSI menjatuhkan hukuman (sebelum banding) dilarang bertanding di Jawa Timur selama setahun kepada Persebaya, kemudian larangan memasuki stadion manapun di seluruh Indonesia kepada para bonek selama tiga tahun.
Sekitar Agustus 2006, bonek dijatuhi sanksi lima kali tidak boleh mendampingi timnya saat pertandingan away menyusul ulah mereka yang memasuki lapangan pertandingan sewaktu Persebaya menghadapi Persis Solo di final divisi satu. Ironisnya, tahun 2005, Persebaya justru rela dihukum terdegradasi ke divisi satu gara-gara mundur di babak 8 besar. Pihak klub beralasan untuk melindungi bonek agar tidak disakiti.



Tanggal 22-23 Januari 2010 kemarin, berita Bonek kembali merebak. Rombongan Bonek berangkat dan pulang menggunakan kereta menjadi atau menelan korban. Beberapa kerusakan terjadi di sepanjang jalan yang dilalui supporter ini. Media mengatakan Bonek berulah dan memakan korban. Dari sudut sebaliknya Bonek mengatakan telah menjadi Korban pelemparan Batu di Solo.

Apapun yang terjadi Korban telah berjatuhan, bukan hanya kerugian Materi tapi juga hilangnya nyawa telah menjadi tumbal. Lebih menakutkan daripada itu semua mental anak bangsa yang mengakar, perlahan-lahan merasuk menjadi sikap kehidupan biasa.

Bayangkan anak balita dengan mudah menirukan lagu-lagu rasis yang memang sering dinyanyikan bukan saja oleh Bonek tapi hampir semua supporter bola di tanah air.

Bagaimanapun Bonek adalah anak-anak bangsa yang mau tidak mau harus kita akui.

Bonek Juga Manusia